Diantara umat Islam, masih banyak yang bertanya tentang kebolehan mengejar dan memiliki perkara duniawi. Bolehkah? Atau memang Islam melarang umatnya mengejar dan memiliki dunia?
Memaknai Zuhud dan Faqir Yang Sebenarnya
Perlu diketahui bagi
setiap umat Islam, bahwasanya islam tidak mengharamkan kepemilikan dunia kepada pemeluknya. Dunia
tetap memiliki peran bagi umat islam, dan umat berhak atas dunia. Hanya saja umat islam dilarang
menjadi budak dunia, yang terus mengejar dunia hingga melupakan tujuan awalnya,
yaitu menjadi hamba berbakti dan ta’at kepada Allah dan memperoleh kebahagiaan
hakiki di akhirat kelak.
Tujuan utama manusia
diciptakan Allah adalah untuk ta’abbud, yaitu beribadah dan menyembah Allah
SWT. Sebagaimana dietapkan oleh Al Quran Surat Adz-Dzariyat ayat 54 "Tidaklah Ku ciptakan jin manusia, melainkan hanya untuk menyembah kepada-Ku".
Hidup di dunia adalah ibarat singgah di pelabuhan sementara untuk
mengambil bekal menuju perjalanan panjang, akhirat. Demikian banyak diutarakan
oleh ulama-ulama Sufi.
Keseimbangan antara
dunia dan akhirat menjadi hal yang penting diketahui oleh umat islam
kebanyakan, dikarenakan di satu sisi umat manusia yang terlalu dok dengan
dunianya, melupakan tujuan akhirat yang seharusnya menjadi tujuan utama. Sedangkan
di pihak lain, beberapa umat islam meninggalkan perkara duniawi dan hanya
memfokuskan hidupnya kepada akhirat di balik jubah zuhud yang
diinterpretasinya.
Hal ini sering dijadikan fokus kritik terhadap kaum Sufi oleh Syeikh Muhammad al Ghazali, ulama kenamaan Al Azhar Mesir dalam bukunya Segarkan Imanmu terbitan Penertbit Zaman. Padahal beliau selain seorang faqih, ahli hadits juga merupakan seorang sufi, namun secara fair beliau mengkritik keras penafsiran istilah zuhud yang membawa umat kepada kemunduran.
Demikian juga dengan faqir, makna faqir adalah merasa butuh kepada Allah setiap saat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili, bukan tidak mempunyai harta dan kekuatan sama sekali. Maka dari itu dalam kehidupan Syeikh Abul HAsan Asy-Syadzili ia dikenal sebagai seorang sufi yang kaya harta. Namun hartanya tidak menjadikan ia terikat padanya.
Dalam kehidupan para sahabat pun kita mengenal Abu BAkar dan Utsman bin Affan yang mempunyai harta berlimpah, dimana semua harta yang ia miliki bisa diwariskan kepada umat. Menjadi salah satu tonggak berdirinya dinul islam. Keduanya senantiasa membantu perjuangan Nabi SAW. Hal serupa juga terdapat pada Khadijah istri pertama dan tercinta yang dimiliki oleh Nabi SAW.
Manusia Sebagai Khalifah di Muka Bumi
Contoh teladan
terbaik umat manusia adalah Rasulullah Muhammad SAW yang merupakan manusia paling
sempurna dan paling bertaqwa kepada Allah SWT. Setiap yang ada pada dirinya
adalah keteladanan. Rasulullah SAW
selain mengemban amanah sebagai Rasul yang membawa risalah ukhrawi, juga
bertindak sebagai manusia yang bekerja di dunia untuk kepentingan duniawi.
Muhammad menjadi
seorang pedagang, yang notabene adalah perkara duniawi, menjadi pemimpin
negara, bertindak sebagai suami dan ayah.
Dari situ kita
melihat pengaruh keduniwaian juga melekat pada diri Rasul SAW dan beliau
memberikan contoh terbaik. Hanya saja, Rasullahu Muhammad SAW tidak menjadi
budak dunia, sehingga ia lupa dengan tugas utamanya sebagai Rasul yang
mengemban tugas ukhrawi dari mengajarkan ummat untuk mengenal Allah dan
beribadah kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW
pun penuh totalitas dalam bekerja sebagai Pemimpini Negara, Panglima Perang
atau sebagai Pedagang di masa mudanya. Terlihat, ketika ia menjadi pedagang, ia
mendapatkan untung yang sangat banyak.
Inilah yang menjadi interpretasi paling tepat dari firman Allah yang lain dalam Surat Al Baqarah ayat 30, yaitu "Sesungguhnya Aku akan menjadikan khalifah di muka bumi..."
Benang Merah Zuhud dan Misi Khalifah
Benang merah yang
menjadi penghubung antara keduniawian dan ukhrawi yang dikerjakan Nabi SAW,
adalah mengisi perkara dunianya dengan nilai-nilai akhirat, sehingga segala
bentuk pekerjaan yang ia lakukan mengandung nilai ibadah, hal ini berguna bagi
pribadinya.
Bagi umat, totalitas
pekerjaan yang dilakukan oleh Nabi SAW didapatkan hasilnya dengan sangat puas
dan bermanfaat. Muhammad SAW menjadi pemimpin yang adil, menjadi panglima
perang yang cerdas dan gagah perkasa, menjadi pedagang yang jujur dan amanah. Ia
pun berperan sebagai suami dan ayah yang bijak bagi keluarganya.
Disinilah dunia bisa
berubah menjadi akhirat, ketika setiap pekerjaan keduniawian diisi dan dihiasi
dengan nilai ukhrawi.
Para sahabat
radhiyallahu’anhum pun yang sejatinya adalah didikan langsung dari Nabi SAW
tidak semuanya dididik menjadi seorang faqih nan ‘alim dalam ilmu agama. Melainkan
mereka sangat beragam. Ada diantara mereka yang menjadi pedagang dan saudagar
sukses, ada yang menjadi pemimpin penerus beliau yang sangat hebat dan bijak,
ada yang menjadi pekerja yang jujur di segala lini kehidupan. Ini juga menjadi
bukti, bahwa Nabi SAW dan ajaran Islam yang dibawa olehnya tidak mengekang
keduniawian.
Umat Islam harus mampu menguasai berbagai elemen penting dalam kehidupan, agar tidak ditindas oleh kaum kuffar yang menjadi dunia sebagai Tuhan dan tujuannya. Menguasai ekonomi, pendidikan bahkan teknolohi, hanya bisa dicapai melalui totalitas belajar dan bekerja.
Begitulah konsep keseimbangan yang dibawa oleh Islam antara dunia dan akhirat.
Seorang arif berujar, "Niatkanlah dunia yang kau kejar dan pergunakanlah yang telah kau gapai untuk kemenangan akhiratmu kelak."
Wallahu a'lam