Tarbiyah.online – Selama ini kebanyakan dari kita memahami sebuah hadis hanya berdasarkan fiqh dan dan hukum lahiriyah saja. Tentu saja itu tidak salah, bahkan hal tersebut menjadi sebuah dalil hukum yang sama sekali tidak bisa kita kesampingkan, sedikit pun. Namun, beberapa hadis Rasulullah kadang perlu ditinjau dari sisi psikologis dan kejiwaan.
Sebuah hadis yang amat terkenal, "Dunia adalah penjara bagi orang beriman dan surga bagi orang kafir" (H.R Muslim), tentu familiar di telinga kita.
Secara zahir, setiap mukmin dibatasi oleh hukum halal-haram. Dan segala yang diharamkan bisa dinikmati sepuasnya di kehidupan mendatang (akhirat kelak). Sebagaimana pengharaman atas sex bebas dan arak. Di dunia (penjara) ini, setiap orang beriman dilarang oleh syari'at untuk mendekati (apalagi melakukan) hal-hal yang diharamkan.
Parahnya, ada beberapa yang memahami hadis ini bahwa orang beriman harus hidup penuh derita dan menyedihkan selama di dunia. Sedangkan segala bentuk kesenangan hanya boleh dinikmati oleh orang kafir saja. Tentu saja pemahaman seperti ini buntung, dan tidak tepat.
Namun demikian, sisi lain dalam memaknai penjara dunia ini tidaklah sekedar pembatasan halal dan haram saja.
Penggunaan analogi penjara oleh Rasulullah untuk menggambarkan hakikat dunia bagi orang beriman ternyata lebih luas lagi yang bahkan bisa dimengerti oleh orang awam sekalipun (jika ia membuka ketajaman rasanya).
Penjara adalah hal yang sangat tidak disukai oleh siapapun. Selain karena adanya pembatasan, tentu saja sebab penjara bukanlah tempat yang seharusnya bagi jiwa kita. Tempat yang seharusnya bagi orang beriman adalah surga yang tiada batas, yang dikelilingi oleh kesenangan dan tempat seharusnya jiwa berada.
Jiwa kita tahu persis dimana seharusnya tempatnya berada. Jika seorang mukmin sadar, bahwa tempat bagi jiwanya adalah surga, maka otomatis ia akan menganggap dunia sebagai tempat pengasingan. Karakter jiwa kita dibentuk oleh alam pikir dan rasa.
Allah berfirman dalam Surah Yunus ayat 7, "Sesungguhnya oranghorang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat Kami".
Terang dalam ayat tersebut Allah menyebutkan bahwa orang kafir meyakini dunia ini adalah surga bagi jiwanya. Dimana ia bisa bebas melakukan apa saja dan juga merasa aman di dunia.
Sedang bagi orang beriman, dunia adalah penjara. Jiwanya akan terus merasa gusar di dunia dan 'berontak' ingin kembali ke rumahnya (surga).
Itulah juga orang beriman ketika nyawanya dicabut oleh malaikat, ia merasa senang. Karena saat jiwa terpisah dari raga duniawi, ia berasa terlepas dari penjara dan kembali menuju rumahnya. Bagaikan seorang tahanan yang divonis bebas, ia diantar oleh penjaga (sipir) keluar dari penjara. Betapa bahagianya ia melihat alam yang luas, menikmati kebebasannya.
Sedang jiwa orang kafir akan merenggang kesakitan sebab berontak pergi dari surga dunia nya. Firman Allah "Demi (malaikat-malaikat) yang mencabut nyawa dengan keras." (An Nazi'at: 1). Selain tidak rela meninggalkan surga dunianya, ia pun baru tersadar bahwa ternyata dunia ini bukanlah surga.
Disadur dari buku Reclaim Your Heart, Yasmin Mogahed
Wallahu a'lam