April 2018 - TARBIYAH ONLINE

Fiqh

Senin, 30 April 2018

PENDAPAT ULAMA TENTANG NISFU SYA'BAN

April 30, 2018
Sya’ban adalah nama bulan ke delapan dari dua belas bulan dalam penanggalan tahun Hijriah. Terdapat banyak kemuliaan dalam bulan ini. Terutama disaat malam pertengahan bulan Sya’ban atau sering disebut lailatun nisfu sya’ban atau lailatul baraah. Mayoritas umat Islam meyakini Nisfu Sya’ban memiliki banyak keutamaan, berdasarkan apa yang disampaikan oleh para ulama. Pada malam ini sangat dianjurkan menghidupkan malam berbagai macam ibadah.

Banyak sekali dalil-dalil dan anjuran baik yang ada di dalam kitab Ihya' Ulumiddin karya Al-Ghazali, atau kitab Qutut Al-Qulub karya Abu Talib Al-Makki.

Namun demikian, belakanganmuncul pendapat di kalangan umat Islam yang menganggap malam Nisfu Sya’ban layaknya malam-malam lain. Tidak ada yang istimewa, bahkan menghukumi bid’ah bagi yang mengkhususkan malam nisfu sya’ban dengan memperbanyak ibadah lebih dari yang biasa dilakukan oleh umat islam.

Perbedaan pandangan ini tidak dapat dilepaskan dari pendapat para ulama yang menjadi panutannya. Dalam perjalanan sejarah keilmuan islam, ulama terbagi ke dalam dua kelompok menyikapi keutamaan malam Nisfu Sya’ban. Terutama ulama ahlul hadits. Namun, bagi ulama ahlul fiqh yang pastinya mensumberkan kajian fiqhnya kkepada berbagai riwayat hadits, menyatakan sikap yang pro/ mengiyakan bahkan ikut merayakan malam Lailatul Baraah atau malam nisfu Sya’ban ini.


Ustad Ahmad Syarwat pengasuh rumahfiqih.com, berikut adalah daftar ulama yang mengeluarkan pendapat tentang keutamaan malam Nisfu Sya’ban.

Ibnu Rajab, dalam kitab Lathaif al-Ma’arif, berkata, “Ada dua pendapat para ulama negeri Syam tentang menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Pendapat pertama menyatakan dianjurkan menghidupkannya secara bersama-sama dalam masjid. Pada malam itu, Khalid bin Mi’dan, Lukman bin ‘Amir dan lainnya memakai pakaian terbaiknya, menggunakan minyak wangi dan celak mata lalu berdiam di dalam masjid. Ishaq bin Rahawaih menyetujui amalan itu. Dia juga menyatakan bahwa melaksanakan salat secara berjamaah pada malam itu di masjid bukan termasuk amalan bid’ah. Hal ini sebagaimana dinukil oleh Harb al-Kirmani dalam kitab al-Masail. Pendapat kedua menyatakan bahwa berkumpul di masjid pada malam Nisfu Sya’ban untuk melakukan salat, memberikan nasehat dan berdoa adalah perbuatan makruh. Tapi, jika seseorang melakukan salat secara sendiri maka tidak dimakruhkan. Ini adalah pendapat Awza’i, pemimpin ulama dan ahli fikih negeri Syam.”

Al-Qasthalani dalam kitabnya, Al-Mawahib Alladunniyah jilid 2 halaman 59, menuliskan bahwa para tabiin di negeri Syam seperti Khalid bin Mi'dan dan Makhul telah ber-juhud (mengkhususkan beribadah) pada malam nisfu sya'ban. Maka dari mereka berdua orang-orang mengambil panutan.
Namun disebutkan terdapat kisah-kisah Israiliyat dari mereka. Sehingga hal itu diingkari oleh para ulama lainnya, terutama ulama dari hijaz, seperti Atha' bin Abi Mulkiyah, termasuk para ulama Malikiyah yang mengatakan bahwa hal itu bid'ah.
Al-Qasthalany kemudian meneruskan di dalam kitabnya bahwa para ulama Syam berbeda pendapat dalam bentuk teknis ibadah di malam nisfu sya'ban.

Dilakukan di malam hari di masjid secara berjamaah. Ini adalah pandangan Khalid bin Mi'dan, Luqman bin 'Amir. Dianjurkan pada malam itu untuk mengenakan pakaian yang paling baik, memakai harum-haruman, memakai celak mata (kuhl), serta menghabiskan malam itu untuk beribadah di masjid.
Praktek sepertiini disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih dan beliau berkomentar tentang hal ini, "Amal seperti ini bukan bid'ah." Dan pendapat beliau ini dinukil oleh Harb Al-Karamani dalam kitabnya.

Pendapat ini didukung oleh Al-Auza'i dan para ulama Syam umumnya. Bentuknya bagi mereka cukup dikerjakan saja sendiri-sendiri di rumah atau di mana pun. Namun tidak perlu dengan pengerahan masa di masjid baik dengan doa, dzikir maupun istighfar. Mereka memandang hal itu sebagai sesuatu yang tidak dianjurkan.
Jadi di pihak yang mendukung adanya ritual ibadah khusus di malam nisfu sya'ban itu pun berkembang dua pendapat lagi.

Duktur Al Ustadz 'Athiyah Shaqr
Beliau adalah kepala Lajnah Fatwa di Al-Azhar Mesir di masa lalu. Dalam pendapatnya beliau mengatakan bahwa tidak mengapa bila kita melakukan shalat sunnah di malam nisfu sya'ban antara Maghri dan Isya' demi untuk bertaqarrub kepada Allah. Karena hal itu termasuk kebaikan. Demikian juga dengan ibadah sunnah lainnya sepanjang malam itu, dengan berdoa, meminta ampun kepada Alla. Semua itu memang dianjurkan.

Syekh Ali Jumu'ah
Beliau adalah mantan mufti Mesir yang juga merupakan ulama besar dari Al-Azhar, kairo menyebutkan Keutamaan malam itu disebutkan dalam banyak hadis yang saling menguatkan. Mengadakan peringatan dan menghidupkan malam Nisfu Sya’ban adalah amalan yang sesuai dengan tuntunan agama. Hadis-hadis tentang keutamaan malam tersebut tidak termasuk hadis-hadis yang sangat dha’if atau maudhu’. Juga tidak apa-apa membaca surat Yasin sebanyak tiga kali setelah salat Magrib dengan suara keras dan bersama-sama. Karena, hal itu masuk dalam perintah menghidupkan malam Nisfu Sya’ban tersebut. Terdapat kelapangan dalam tata cara berzikir. 

Dr. Yusuf al-Qaradawi
Ulama yang sering dijadikan rujukan oleh para aktifis dakwah berpendapat tentang ritual di malam nasfu sya'ban bahwa tidak pernah diriwayatkan dari Nabi SAW dan para sahabat bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya'ban, membaca doa tertentu dan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam.
Juga tidak ada riwayat untuk membaca surah Yasin, shalat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca do`a yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabah, tabi`in dan tabi’ tabi`in).
Selebihnya ulama-ulama kerajaan Saudi yang dikenal menganut paham Wahabiyah memang sangat anti dan kontra kepada perayaan dan pengkhususan malam Nisfu Sya'ban dengan berbagai kegiatan ibadah.
Pada situs harakahislamiyah.com terdapat tabel yang memudahkan untuk melihat siapa saja ulama yang berbeda pendapat tentang nisfu sya'ban seperti berikut.

Dan memang masalah ini adalah mahallun-khilaf' sepajang zaman. Tidak akan ada penyelesaiannya, karena masing-masing pihak berangkat dengan ijtihad dan dalil masing-masing, di mana kita pun ber husnudzhan bahwa mereka punya niat yang baik serta mereka memiliki kapasitas dan otoritas dalam berijtihad.

Semoga tidak ada pertengkaran dan saling membid'ahkan apalagi menyesatkan sesama kaum muslim atas perbedaan pendapat diantara para ulama. kita yang awam hanya dituntut untuk belajar, dan beribadah semampunya berdasarkan ilmu dan keyakinan yang telah kita miliki. Taklid kepada pemahaman para ulama yang terkenal kealiman, kezuhudan dan kewara'annya bukanlah aib, melainkan sebuah perbuatan baik.

Wallahu a'lam.

Sumber dari
rumahfiqih.com dar-alifta.org dan berbagai sumber lainnya.
Read More

PENJELASAN KELEBIHAN NISFU SYA’BAN

April 30, 2018

Malam Nisfu Sya’ban merupakan malam penuh rahmat, maka hendaklah memperbanyakkan ibadah terutama beristigfar dan bertaubat dan menjauhi kemaksiatan.
Pada malam Nisfu Sya'ban adalah salah satu malam yang mustajab doa. Umat Islam digalakkan pada malam Nisfu Sya'ban banyakkan berdoa dan memohon keampunan disisi Allah SWT.

Sayidatina Aisyah radhiyallahu'anha. menyatakan, tidak pernah Rasulullah berpuasa lebih banyak melainkan dalam bulan Sya’ban (selain bulan Ramadhan); Sesungguhnya baginda telah berpuasa sebulan penuh. – (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)

Usman bin Zaid radhiyallahu'anhu menceritakan: “Saya telah bertanya kepada Rasulullah , Wahai Rasulullah, saya tidak pernah menyaksikan banyaknya puasa tuan pada lain-lain bulan seperti di bulan Sya’ban; lalu Baginda menjawab, itulah bulan (Sya’ban) di mana ramai manusia lalai mengenainya iaitu di antara bulan Rejab dan Ramadhan. Ini adalah bulan di mana segala amalan diangkat kepada Tuhan pemilik sekalian alam. Oleh itu saya (Baginda) amat suka kiranya amalan saya diangkat ketika saya sedang berpuasa. (HR Imam Ahmad dan An-Nasai)

Menurut para ulama, pada malam Nisfu Sya’banlah para malaikat melaporkan catatan amal umat manusia selama setahun kepada Allah SWT.

Sayidatina Aisyah radhiyallahu'anha menceritakan, Rasulullah telah bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta’ala turun pada malam pertengahan (nisfu) Sya’ban ke langit dunia dan mengampunkan dosa-dosa orang yang lebih banyak dari bilangan bulu-bulu kambing Bani Kalb." (HR At-Tirmizi dan Ibnu Majah)


Diriwayatkan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu, dari Nabi Muhammad SAW, Baginda bersabda: “Apabila datang malam Nisfu Sya’ban, maka kalian hidupkanlah malamnya dan berpuasa-lah pada pagi harinya. Sesungguhnya Allah SWT pada malam itu turun ke langit dunia lalu menyeru kepada hamba-Nya: “Adapun orang yang memohon keampunanKu pasti akan Aku ampuni dosanya, Adapun orang yang memohon rezeki kepadaKu, pasti Aku akan memberinya rezeki, Adapun orang yang sedang ditimpa musibah, pasti Aku berikannya keselamatan, dan seterusnya dimulai dari tenggelamnya matahari sampai terbitnya fajar”.

Berkata Imam Asy-Syafie rahimahullah: Terdapat riwayat yang mengatakan Abu Darda’ radhiyallahu'anha berkata: Sesungguhnya doa mustajab pada lima (5) malam yaitu; malam Jumaat, malam Idul Fitri, malam Idul Adha, malam awal Rajab dan malam Nisfu Sya’ban.

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu'anhu, Rasulullah bersabda: “Allah memandang (dengan pandangan rahmat) kepada seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Maka, Allah mengampuni (dosa-dosa) seluruh makhluk-Nya kecuali yang menyekutukan-Nya atau orang yang dengki atau dendam.” (HR Ath-Thabarani dan Ibnu Hibban).

Apa yang harus dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban?


Disunatkan menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dengan memperbanyakkan ibadah dengan membaca al-Qur`an, berzikir, berdoa, bertasbih, berselawat, menghadiri majlis ilmu dan amalan ibadah yang lain khususnya:

1. Puasa sunat
2. Perbanyakkan Istighfar 
3. Perbanyakkan berdoa dan berzikir. **Lazimi (biasakanmengamal Al-Wirdul Latif yang merupakan himpunan wirid yang disusun oleh Al-Imam Al Qutub Abdullah Ba'Alawi Al-Hadad Rahimahullah.


Oleh Habib Ali Zainal Abidin bin Abu Bakr Al Hamid
Pengasuh Majelis Darul Murtadza, Malaysia yang juga merupakan murid daripada Habib Umar bin Hafiz
Read More

Kamis, 26 April 2018

AMALAN MALAM NISFU SYA'BAN

April 26, 2018
Nisfu Sya'ban adalah peringatan pada tanggal 15 bulan kedelapan (Sya'ban) dari kalender Islam. Hari ini juga dikenal sebagai Laylatul Bara’ah atau Laylatun Nisf min Sha’ban di dunia Arab, malam Nifsu Syaban Satu diantara malam yang utama dan ditunggu-tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia.


Menurut penanggalan Hijriah malam Nisfu Syaban jatuh pada malam Selasa mendatang.

Dikutip dari NUonline, malam nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) umat Islam dianjurkan menghidupkan malam dengan berbagai jenis ibadah, seperti memperbanyak shalat, zikir dan membaca Al Quran.

Sayyid Muhammad bin ‘Alawi Al-Maliki seorang ulama Ahlussnnah wal Jama'ah dari Mekkah, menegaskan bahwa terdapat banyak kemuliaan di malam Nisfu Sya’ban.

Allah SWT akan mengampuni dosa orang yang minta ampunan pada malam itu, mengasihi orang yang minta kasih, menjawab do’a orang yang meminta, melapangkan penderitaan orang susah, dan membebaskan sekelompok orang dari neraka.

Mengenai bulan Sya’ban, ada hadits dari Usamah bin Zaid. Ia pernah menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia tidak pernah melihat beliau melakukan puasa yang lebih semangat daripada puasa Sya’ban. Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا 
صَائِمٌ

“Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i no. 2359. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Setiap pekannya, amalan seseorang juga diangkat yaitu pada hari Senin dan Kamis. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,

تُعْرَضُ أَعْمَالُ النَّاسِ فِى كُلِّ جُمُعَةٍ مَرَّتَيْنِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ مُؤْمِنٍ إِلاَّ عَبْدًا بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ اتْرُكُوا – أَوِ ارْكُوا – هَذَيْنِ حَتَّى يَفِيئَا

“Amalan manusia dihadapkan pada setiap pekannya dua kali yaitu pada hari Senin dan hari Kamis. Setiap hamba yang beriman akan diampuni kecuali hamba yang punya permusuhan dengan sesama. Lalu dikatakan, ‘Tinggalkan mereka sampai keduanya berdamai’.” (HR. Muslim no. 2565)

Ada juga hadits dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

“Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

Hadits lainnya lagi adalah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ

“Allah ‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”


Baca juga: HUKUM BERAMAL DENGAN HADITS DHA’IF

Setidaknya terdapat tiga amalan yang dapat dilakukan pada malam nisfu Sya’ban. Tiga amalan ini disarikan dari kitab Madza fi Sya’ban karya Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki.
Pertama, memperbanyak doa. Anjuran ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Bakar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,

ينزل الله إلى السماء الدنيا ليلة النصف من شعبان فيغفر لكل شيء، إلا لرجل مشرك أو رجل في قلبه شحناء 

Artinya, “(Rahmat) Allah SWT turun ke bumi pada malam nisfu Sya’ban. Dia akan mengampuni segala sesuatu kecuali dosa musyrik dan orang yang di dalam hatinya tersimpan kebencian (kemunafikan),” (HR Al-Baihaqi).

Kedua, membaca dua kalimat syahadat sebanyak-banyaknya. Dua kalimat syahadat termasuk kalimat mulia. Dua kalimat ini sangat baik dibaca kapan pun dan di mana pun terlebih lagi pada malam nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi mengatakan,

وينبغي للمسلم أن يغتنم الأوقات المباركة والأزمنة الفاضلة، وخصوصا شهر شعبان وليلة النصف منه، بالاستكثار فيها من الاشتغال بكلمة الشهادة "لا إله إلا الله محمد رسول الله".

Artinya, “Seyogyanya seorang muslim mengisi waktu yang penuh berkah dan keutamaan dengan memperbanyak membaca dua kalimat syahadat, La Ilaha Illallah Muhammad Rasululullah, khususnya bulan Sya’ban dan malam pertengahannya.”

Ketiga, memperbanyak istighfar. Tidak ada satu pun manusia yang bersih dari dosa dan salah. Itulah manusia. Kesehariannya bergelimang dosa. Namun kendati manusia berdosa, Allah SWT senantiasa membuka pintu ampunan kepada siapa pun. Karenaya, meminta ampunan (istighfar) sangat dianjurkan terlebih lagi di malam nisfu Sya’ban. Sayyid Muhammad bin Alawi menjelaskan,

الاستغفار من أعظم وأولى ما ينبغي على المسلم الحريص أن يشتغل به في الأزمنة الفاضلة التي منها: شعبان وليلة النصف، وهو من أسباب تيسير الرزق، ودلت على فضله نصوص الكتاب، وأحاديث سيد الأحباب صلى الله عليه وسلم، وفيه تكفير للذنوب وتفريج للكروب، وإذهاب للهموم ودفع للغموم

Artinya, “Istighfar merupakan amalan utama yang harus dibiasakan orang Islam, terutama pada waktu yang memiliki keutamaan, seperti Sya’ban dan malam pertengahannya. Istighfar dapat memudahkan rezeki, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Pada bulan Sya’ban pula dosa diampuni, kesulitan dimudahkan, dan kesedihan dihilangkan.

Demikianlah tiga amalan utama di malam nisfu Sya’ban menurut Sayyid Muhammad. Semua amalan itu berdampak baik dan memberi keberkahan kepada orang yang mengamalkannya.

Semoga kita termasuk orang yang menghidupkan malam nisfu Sya’ban dengan memperbanyak do’a, membaca dua kalimat syahadat, istighfar, dan kalimat mulia lainnya. Wallahu a’lam.
Read More

HUKUM BERAMAL DENGAN HADITS DHA’IF

April 26, 2018

Kita seringkali mendengarkan nasehat dari para juru nasehat atau ceramah dari salah seorang ustadz atau khutbah dari seorang khatib yang mengandung hadits-hadits dha’if.

Lalu bagaimana kita harus bersikap? Apalagi di sisi lain kita mengetahui adanya hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda:
مَنْ كَذَّبَ عَلَيَّ مُـتــَـعَمـِّدًا فَلْيــَـتـَـبَوَّ أْ مَـقْعـَدَهُ مِنَ النـــَّـارِ . متفق عليه

“Barang siapa yang berdusta atas (nama) ku dengan sengaja maka hendaknya menempati tempat duduknya di neraka” (Muttafaqun alaih).

Terhadap hadits diatas seorang ulama hadits, ibnu Hibban telah berkata dalam Muqaddimah kitab shahihnya pasal “Wajibnya masuk neraka seseorang yang menisbatkan sesuatu (perkataan maupun perbuatan) kepada Al Musthafa Shallallahu ‘Alaihi Wasallam padahal orang tersebut tidak mengetahui keshahihan hadits tersebut”. kemudian beliau (Ibnu Hibban) mengutip dua hadits yang menunjukkan kebenaran perkataannya:
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
مَنْ قَالَ عَلَيَّ مَالَمْ أَقُلْ فَلْيـَتـَبَوَّ أْ مَـقْـعـَدَهُ مِنَ النــَّارِ . رواه ابن حبان

“Barangsiapa yang berkata atas (nama) ku apa yang aku tidak katakan, maka hendaknya dia menempati tempat duduknya di Neraka” (HHR. Ibnu Hibban)

Dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘Anhu, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
مَنْ حَدَّثَ عَنـِّي بـــِحَدِ يْثٍ يُرَى أَنـــَّهُ كَذِبٌ فَهُـوَ أَحَدُ كَاذِ بـَـيْنِ . رواه مسلم

“Barangsiapa yang mengucapkan suatu hadits dan dia sangka atau duga bahwa hadits ini adalah dusta maka dia satu dari dua pendusta”. (HR. Muslim).
Image result for beramal dengan hadis dhaif buya yahya

Hukum Mengamalkan Hadits Dha’if.


Para ‘ulama kita –rahimahullahu- telah berikhtilaf dalam hukum meriwayatkan dan mengamalkan Hadits dha’if. Ikhtilaf ‘ulama ini terbagi tiga:

Pertama : bahwa hadits dha’if itu tidak boleh diamalkan secara mutlak (sama sekali) baik dalam masalah hukum, aqidah, targhib watarhib dan lain-lainnya. Yang berpegang pada pendapat ini adalah sejumlah besar dari kalangan Ibnu Taimiyyah, Imam Ibnu Hazm –rahimahullahu- dan lain-lain.

Kedua : Boleh mengamalkan hadits dha’if dalam bab Fadhoilul A’mal, Targhib (menggemarkan melakukan suata amalan), Tarhib (mempertakuti diri mengerjakan suatu amal) namun tidak diamalkan dalam masalah aqidah, dan hukum. Yang memegang pendapat ini adalah sebagian ahli fiqh dan ahli hadits seperti Al Hafidz Ibnu Abdil Barr, Al Imam Nawawi, Ibnu Sholah –rahimahullahu-.


Menurut imam An-Nawawi dan sebagian ulama hadits dan para fuqaha: kita boleh mempergunakan hadits yang dhaif untuk fadha ‘ilul a’mal, baik untuk yang bersifat targhib maupun yang bersifat tarhib, yaitu sepanjang hadits tersebut belum sampai ke derajat maudhu (palsu). Imam An-Nawawi memperingatkan bahwa diperbolehkannya hal tersebut bukan untuk menetapkan hukum, melainkan hanya untuk menerangkan keutamaan amal, yang hukumnya telah ditetapkan oleh hadits shahih, setidak-tidaknya hadits hasan.
1. Fadhailul ’amal (Keutamaan-Keutamaan Amal) : Yaitu hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan-keutamaan amal yang sifatnya sunnah, yang sama sekali tidak terkait dengan masalah hukum yang qath’i, juga tidak terkait dengan masalah aqidah dan juga tidak terkait dengan dosa besar.

2. At-Targhiib (Memotivasi) : Yaitu hadits-hadits yang berisi pemberian semangat untuk mengerjakan suatu amal dengan janji Pahala dan Surga.
3. At-Tarhiib (Menakut-nakuti) : Yaitu hadits-hadits yang berisi ancaman Neraka dan hal-hal yang mengerikan bagi orang yang mengerjakan suatu perbuatan.
4. Al-Qashas : Kisah-kisah Tentang Para Nabi Dan Orang-Orang Sholeh.
5. Do’a Dan Dzikir : Yaitu hadits-hadits yang berisi lafazh-lafazh do’a dan dzikir.

Ketiga : Boleh mengamalkan hadits dha’if secara mutlak jika tidak ditemukan hadits yang shahih atau hasan.
Diriwayatkan dari sebagian besar fuqaha’ yaitu kebolehan beramal dengan hadits dha’if secara mutlak, jika tidak ditemukan hadits selainnya dalam sebuah tema atau pembahasan. Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hanifah, Syafi’I, Malik dan Ahmad. Meskipun khusus untuk imam Ahmad, pendapat seperti ini bisa dipahami karena menurut beliau pembagian hadits adalah Shahih dan Dha’if saja.

Kesimpulannya

Sebagaimana ketentuan dengan hadits nabawi yang mempunyai banyak tingkatan dan karakter yang berbeda-beda seperti shahih, hasan, dan dha'if. Hadits shahih mempunyai tingkatan tertinggi dalam pembagian hadits nabawi, kemudian hasan dan pada akhirnya dha'if maka hadits dha'if juga terdapat sangat banyak pembagian. Hadits-hadits dha'if tidak semua boleh diamalkan dan juga tidak semua harus ditinggalkan seperti kekeliruan pemahanan sebagian orang. Imam al-Bukhari adalah imam muhaqqiq dalam bidang hadis beliau mengarang kitab Shahih Bukhari yang di dalamnya terdapat hadits-hadits shahih, namun beliau juga mengarang kitab Adabul Mufrad yang didalamnya terdapat hadist dha'if, hal ini membuktikan bahwa hadits dha'if tidak mutlak ditinggalkan tetapi boleh juga diamalkan. Diantara ketentuan beramal dengan hadis dhaif adalah:

1. Boleh beramal dengan hadis dhaif pada fadhail amal, untuk mengambil nasehat, dan tentang kisah-kisah bukan pada masalah i’tiqad dan bukan pada hukum-hukum seperti halal-haram.
2. Hadits yang dhaif tersebut bukanlah terlalu dhaif seperti perawinya orang yang banyak kebohongan.
3. Hadits tersebut masih dalam katagori dalil-dalil yang umum.
Read More

Rabu, 25 April 2018

REFERENSI SISTEM POLITIK DAN KONSTITUSI ISLAM (SIYASAH SYAR’IYYAH)

April 25, 2018

Banyak polemik yang terjadi terkait dengan sistem konstitusi dan politik Islam, ada yang bilang cerminan sempurna Negara Islam adalah Negara Islam Madinah yang pernah berdiri selama lebih kurang 30 tahun, ada juga yang mengatakan sistem Negara Islam adalah yang berdiri di madinah 1435 tahun lalu dan berakhir di Turki 90 tahun yang lalu. Meskipun pada akhirnya kita harus memisahkan pengertian sistem pemerintahan, konstitusi dan politik Islam, sehingga kita bisa menyimpulkan sebuah kesimpulan yang objektif, paling tidak cukup komprehensif sebagai sebuah kajian.
idealisme politik islam

Sejak munculnya berbagai gerakan dan ajakan mendirikan Negara Islam, banyak teman-teman yang bertanya, “Ini ngajak mendirikan Negara Islam, emang Negara Islam itu seperti apa?”, “Gila, kalau Negara Islam kayak di video-video youtube, main penggal-penggal kepala, gimana nasib kami yang non-muslim?”, “Emang bedanya apa antara Negara Islam dengan Negara kita hari ini?”, dan seabrek pertanyaan lainnya. Yang pasti, Negara Islam yang sempurna tidak akan berdiri tanpa muslim-muslim yang baik.

Menjawab pertanyaan sekitar “Bagaimana sebenarnya Negara Islam itu”, aku ingin mengajak kita semua untuk mengkaji bagaimana konsep Negara Islam, sistem konstitusi dan sistem politiknya sebagaimana yang telah diformulasikan oleh ulama-ulama Islam, baik yang lama maupun yang baru. Karena aku yakin, “manusia itu memusuhi apa yang tidak diketahuinya”, “tak kenal makanya tak sayang”, mari kita kenalan dulu dengan Negara Islam versi muslim-muslim terbaik yang pernah dilahirkan rahim-rahim umat Islam, jangan-jangan sistem itu sama seperti Negara kita sekarang, berarti kita hanya tinggal melanjutkan dan memperbaiki kekurangan, tanpa harus menumpahkan darah dan menyingkirkan pihak yang tidak se-ide dengan kita.

Aku percaya kalau sebuah ilmu itu akan berkembang kalau dikaji, dia tidak akan statis, jangankan ilmu, kalau statis air saja bisa lumutan, apalagi ilmu yang hanya bisa berkembang kalau ada pemikiran dan otak-otak cemerlang. Makanya cukup terasa bahwa siyasah syar’iyyah itu sangat tertinggal, karena jarang ada yang mengkaji, “karena tidak ada prakteknya, ngapain buang-buang waktu mengkajinya”. Sebut saja sistem ekonomi Islam yang sangat banyak kajiannya, lihat bagaimana dia berkembang.

Berikut beberapa referensi kajian tentang siyasah syar’iyyah yang bisa dijadikan bahan kajian dan pengayaan sehingga kita benar-benar memiliki sebuah pandangan yang jelas tentang sistem Negara, sistem politik dan konstitusi Islam.

1.    Ta’liq ala Siyasah Syar’iyyah fi Ishlahi Raiyyah, karya sheikhul Islam imam Ibnu Taimiyyah.
2.    Al Ghiyatsi, karya Imam Juwainy. Cetakan paling bagus adalah terbitan Dar Minhaj, yang ditahqiq (revised) oleh prof. Abdel Aziem Deeb. Ini adalah buku terbagus dan paling komprehensif yang membahsa tentang sistem politik dan konstitusi Islam.
3.    Ahkam Sultaniyyah wal Wilayah Diniyyah, karya al Qadhy imam Mawardy. Cetakan terbaik adalah yang ditahqiq oleh Khaled Abdel Latef. Buku ini adalah pioneer bagi penulis-penulis tentang siyasah syar’iyyah yang datang setelah imam Mawardy. Banyak orientalis “mencuri” isi buku ini tanpa merefer kepada sang imam, hal tersebut diketahui oleh peneliti-peneliti yang objektif saat ini.
4.    Ahkam Sultaniyyah, karya Qadhy imam Abu Ya’la. Buku ini hampir mirip dengan karya imam Mawardy, hanya saja imam abu ya’la tidak mengkomparasi dengan mazhab-mazhab lain, hanya mazhab hambali saja.
5.    Nidham Siyasi Islami Muqaranan Biddaulah Qanuniyyah, karya prof. Munir Humaid Bayyati. Buku ini adalah yang terbagus dan terlengkap yang ditulis oleh ulama kontemporer. Dicetak oleh Dar Nafaes. Buku ini adalah disertasi prof.Munir yang ditulis selama 9 tahun!
6.    Imamah Uzma Inda Ahli Sunnah wal Jamaah, karya prof. Abdullah bin Umar Damijy. Buku ini adalah Thesis prof. Abdullah yang diuji oleh sheikh Sayyid Sabiq.
7.    Dirasah fil Manhaj Islam Siyasi, karya Ustazuna Qadhi sheikh Sa’dy Abu Jaib. Beliau adalah mantan Hakim Agung Suriah, sehingga bukunya lebih cenderung ke ranah praktis.
8.    Mushannafat Nuzum Islamiyyah, karya prof. Musthafa Kamal.
9.    Nidham Siyasi Islamy, karya prof. Abdul Aziz Khayyath. Beliau adalah mantan Menteri Agama Kerajaan Jordania.
10. Khasais Tasyri’ Islamy fis Siyasah wal Hukm, karya ustazuna prof. Fathy Durainy.
11. Ahliyyah Wilayah Sulthaniyyah fil Fiqh al Islamy, karya prof. Abdullah bin Abdul Muhsen.
12. Ahlul Hilly wal Aqdy, karya prof. Abdullah bin Ibrahim Turaiqy.
13. Daur Ahlil Hilly wal Aqdy, karya prof. Fauzy Khalil. Buku ini adalah thesis beliau.
14. Nadhariyyah Siyasiyyah Islamiyyah fi Huquq Insan Syar’iyyah, karya prof. Muhammad Ahmad Mufty dan prof. Samy Shaleh Wakil. Buku ini relatif kecil, tapi sangat bagus membahas tentang masalah HAM.
15. Istifta’ Sya’by Baina Anzimah Wadiyyah wa Syariah Islamiyyah, karya prof. Majid Rageb Hilo.
16. Al Intikhabat fil Fiqh Islamy, karya prof. Fahd bin Shaleh Ajlan.
17. Taddudiyyah Hizbiyyah fi Zilli Syariah Islamiyyah, karya Aly Jaber al Abd. Thesis penulis, yang diterbitkan oleh Darussalam Mesir.
18. Raqabatul Ummah Alal Hukkam, karya prof. Aly Muhammad Husnayn. Diterbitkan oleh Maktab Islamy, aslinya adalah disertasi penulis.
19. Siyasah Syariyyah Halata Ghiyab Hukm Islamy, karya prof. Ahmad Muhyiddin Shaleh. Disertasi penulis, yang diterbitkan oleh Darussalam Mesir.
20. Nadhariyyah Siyasiyah min Madhur Islamy, karya prof. Saifuddin Abdul Fattah.
21. Ahkam Ahli Zimmah, karya imam Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Cetakan yang paling bagus adalah terbitan Darul Ulum Lilmalayin, tahqiq prof. Subhy Shaleh. Buku ini adalah referensi terlengkap yang membahas tentang hak dan kewajiban warga Negara non-muslim di Negara Islam.
22. Ahkam Zimiiyyin wal Musta’minin, karya prof. Abdul Karem Zaidan. Buku ini juga membahas tentang hak dan kewajiban non-muslim dan pencari suaka di Negara Islam. Aslinya buku ini adalah disertasi prof. Zaidan di universitas Cairo.
23. Al Madkhal Ila Fiqh Daulah fil Islam, karya Dr. Muhammad Ilmy.
24. Nidham Dustury fil Islam Muqaranan Binnudhum Masriyyah, karya Dr. Musthafa Kamal Wasfy.
25. Mabadi Nidhamul Hukmi fil Islam, karya Dr, Fuad Muhammad Nady.
26. Riasatu Daulah fil Fiqh al Islamy, karya Dr. Muhammad Rafat Usman.
27. Al imamah fil Islam, karya Dr. Abdullah muhsin Turaiqy.
Image result for politik islam
Mungkin ini adalah sebagian kecil dari sekian banyak referensi tentang siyasah syari'yyah yang ditulis oleh ulama-ulama Islam, yang menurutku bisa dijadikan rujukan untuk siapapun yang tertarik dan ingin mengetahui lebih jauh tentang sistem pemerintahan, kontitusi dan politik dalam Islam. Sehingga kita bisa memahami risalah Tuhan dengan benar. Niat dan semangat saja tidak cukup untuk membela Islam, perlu ilmu juga. Kamu tidak akan bisa beragama dengan baik kalau tidak berilmu, karena Tuhan tidak bisa disembah dengan kebodohan.

Read More