TARBIYAH ONLINE: zakat

Fiqh

Tampilkan postingan dengan label zakat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label zakat. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 Februari 2018

Polemik Kewajiban Zakat Profesi

Februari 11, 2018
Cara Menghitung Zakat Profesi
fikih zakat
Zakat profesi memang belum familiar dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Maka dari itu, hasil profesi dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
  1. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (653 kg gabah kering giling atau setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali panen).
  2. Model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga jenis harta ini dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan (2,5%). Dengan demikian, apabila hasil profesi seseorang telah memenuhi ketentuan wajib zakat, ia berkewajiban menunaikan zakatnya.
Demikian yang dijelaskan oleh banyak pakar dan ahli fikih kontemporer yang mengiyakan hukum zaat profesi.
Profesi itu sendiri sebagaimana kita ketahui ada dua macam.

  • Pertama, profesi yang tidak terikat dengan institusi tertentu seperti profesi dokter, insinyur, pengacara, dan lain sebagainya.
  • Kedua, profesi yang terikat kontrak kerja dengan institusi tertentu baik swasta maupun pemerintah, yaitu pegawai kantor, dosen universitas, PNS dan lain sebagainya. Jenis profesi kedua ini pada setiap bulan dan tanggal tertentu mendapatkan gaji atau tunjangan sesuai dengan kebijakan institusinya.
Baik profesi jenis pertama atau jenis kedua, menurut sudut pandang fikih kontemporer, uang yang dihasilkannya diistilahkan dengan “al-malul mustafad” (harta penghasilan).
Berkaitan dengan uang yang dihasilkan melalui profesi, yang disepakati ulama’ empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), tidak wajib ditunaikan zakatnya kecuali mencapai satu nishab dan haul sempurna satu tahun.

zakat profesi

Syekh Wahbah Az-Zuhayli mengatakan:
وَالْمُقَرَّرُ فِيْ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ أَنَّهُ لَا زَكَاةَ فِي الْمَالِ الْمُسْتَفَادِ حَتَّى يَبْلُغَ نِصَاباً وَيَتِمَّ حَوْلاً

Artinya, “Ketetapan dalam 4 madzhab bahwa tidak ada kewajiban zakat dalam harta penghasilan kecuali mencapai satu nishab dan sempurna satu tahun.” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,  Damaskus, Darul Fikr, cetakan keempat,  2004 M, juz III, halaman 1949).

Sedangkan batas satu nishab uang penghasilan profesi adalah satu nishab emas atau perak (kurs harga emas 77,50 gram atau kurs harga perak 543,35 gram). Harta yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 persennya.

Dari referensi di atas, dapat dipahami bahwa zakat profesi diwajibkan bukan atas nama profesinya, namun karena kepemilikan uang yang telah mencapai satu nishab dan telah sempurna satu tahun.

Dalam konteks kekinian, uang dapat menggantikan posisi emas/perak dalam hal kewajiban zakat. Maksudnya, bila seseorang telah memiliki uang tabungan yang telah mencapai nishab emas/perak dan telah sempurna satu tahun, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 persen.

Perihal uang terkena kewajiban zakat, Syekh Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan:


جُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ يَرَوْنَ وُجُوْبَ الزَّكَاةِ فِيْ الْأَوْرَاقِ الْمَالِيَّةِ لِأَنَّهَا حَلَّتْ مَحَلَّ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فِي التَّعَامُلِ وَيُمْكِنُ صَرْفُهَا بِالْفِضَّةِ بِدُوْنِ عُسْرٍ فَلَيْسَ مِنَ الْمَعْقُوْلِ أَنْ يَكُوْنَ لَدَى النَّاسِ ثَرْوَةٌ مِنَ الْأَوْرَاقِ الْمَالِيَّةِ وَيُمْكِنُهُمْ صَرْفُ نِصَابِ الزَّكَاةِ مِنْهَا بِالْفِضَّةِ وَلَا يُخْرِجُوْنَ مِنْهَا زَكَاةً 

Artinya, “Mayoritas ahli fikih berpendapat wajibnya zakat dalam uang kertas, sebab ia menempati posisinya emas dan perak sebagai alat bertransaksi dan mungkin mengalokasikan nishab zakatnya dengan perak tanpa adanya kesulitan. Maka tidak logis, seseorang yang memiliki uang kertas melimpah dan ia mungkin mengalokasikan nishab zakatnya dengan perak, sementara ia tidak mengeluarkan zakatnya sama sekali,” (Lihat Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘alal Madzahibil Arba’ahKairo, Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubra, cetakan ketiga, tanpa tahun, juz I, halaman 605). 

Berdasarkan uraian diatas,  kita melihat ada beberapa ketimpangan terhadap penetapan zakat profesi.
Yang pertama nisabnya mengkuti zakat harta yang di-kurs-kan kepada emas dan perak, sedangkan haulnya mengikuti zakat pertanian, yaitu disaat panen atau dalam hal ini gajian.

Ulama yang masih konsisten dengan khazanah dan mazhab istinbat hukum secara trasional, memandang ijtihad zakat profesi ini memiliki kecatatan, disebabkan tidak istiqamahnya dalam metodelogi penentuan nisab dan haul. Seharusnya, zakat yang merupakan salah satu pilar dan rukun Islam, memang sudah baku sebagaimana ketetaan  Allah dan Rasul-Nya.

Seorang Ulama Dayah dari Aceh menuturkan, "Salah satu alasan ditetapkannya zakat profesi adalah penilaian atas ketidakadilan yang terjadi. Maksudnya, pemasukan dan keuangan para PNS dan pegawai lainnya, lebih besar daripada petani, selayaknya pegawai itu terkena zakat dari penghasilannya. Namun qiyas ini ternilai cacat. Betapa tidak, bukankah petani dan pekebun durian ketika panen meendapatkan lebih banyak pemasukan daripada petani di sawah, kenapa pada durian tidak ada zakatnya? Nah, dengan demikian ijtihad baru mestilah kuat dari sisi istinbatnya."

Penolakan terhadap zakat profesi bukanlah untuk "menyelamatkan" PNS dari kewajiban zakat. Bukan menghindarkan orang kaya dari kewajiban zakat. Karena memang utuk urusan zakatt, mestilah mengikuti kaedah-kaedah hukum yang kuat dan sudah ada. Orang, apapun profesinya akan dikenakan zakat mal/ harta ketika sudah mencapai nisab sebagaimana diatas, dan haul yaitu meiliki atas harta itu sempurna bilangan satu tahun.

Wallahu a'lam

Dari berbagai sumber bacaan dan kajian.
Read More