Februari 2018 - TARBIYAH ONLINE

Fiqh

Senin, 26 Februari 2018

Qasidah As-Sayid Ahmad al Badawi Rahimahullah di Hadapan Makam Rasulullah

Februari 26, 2018
Hasil gambar untuk sayyid ahmad al badawi

Tasawuf | Sya’ir As-Sayyid Ahmad Al-Badawi Radlhyallahu ‘Anhu ketika menziarahi Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam. (As-Sayyid Ahmad al-Badawi merupakan Quthub dari jalur keturunan Imam al-Husein Radhiyallahu ‘Anhu)
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad Yâ Rabbi shalli ‘alayhi wasallim
Yaa Allah limpahkanlah rahmat ta’dzim pada Nabi Muhammad Saw. Wahai Tuhanku limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan padanya.
إن قيل زرتم بما رجعتم ياأکرم الخلق ما نقول
In qîla zurtum bimâ raja’tum yâ akromal khalqi mâ naqûlu
(Ketika Sayyid Ahmad al-Badawi sampai di Raudhah, beliau duduk di hadapan makam Nabi Saw. dan berkata): “Ketika orang-orang bertanya pada kami: “Apa yang kamu bawa pulang setelah menziarahi makam Nabi Saw? Wahai hamba yang paling mulia dari semua umat manusia, apa yang akan kita jawab?”
قولوا رجعنا بکل خير واجتمع الفرع والأصول
Qûlû raja’nâ bikulli khairin Wajtama’al far’u wal ushûl
(Kemudian Sayyid Ahmad al-Badawi mendengar suara dari dalam ruangan makam Nabi Saw yang berkata): “Katakanlah: “Kami datang kembali dengan membawa segala kebaikan, Dan telah berhimpun dari generasi yang lalu dan yang sekarang.”
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad Yâ Rabbi shalli ‘alayhi wasallim
لولا ك يازينة الوجود ماطاب عيشی ولا وجودی
Laulâ ka yâ zînatal wujûdi Mâ thaba ‘aisyî wa lâ wujûdî
“Jika bukan karena Engkau wahai perhiasan dunia (Rasulullah Saw), Maka niscaya tidak akan berbahagia hidup dan keberadaanku.”
ولا ترنمت فی صلاتی ولا رکوعی ولا سجودی
Walâ tarannamtu fî shalâtî Walâ rukû’î walâ sujûdî
“Dan tidaklah aku beribadah hanya melalui shalatku, ruku’ ku maupun sujudku saja.”
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad Yâ Rabbi shalli ‘alayhi wasallim
أيا ليالی الرضا علينا عودي ليخضر منك عودي
Ayâ layâlîr-ridha ‘alainâ ‘Ûdî liyakhdlarra minka ‘ûdî
“Wahai malam (kelahiran Rasulullah Saw) yang penuh dengan keridhaan Ilahi.. Berulanglah lagi agar menjadi menghijau tentram jiwaku ini.”
عودي علينا بکل خير بالمصطفی طيب الجدود
‘Ûdî ‘alaynâ bikulli khairin bil Mushthafâ thayyibil judûdi
“Telah datanglah semua kebaikan, Dengan berkah al-Musthafa yang penuh kedermawanan.”
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad Yâ Rabbi shalli ‘alayhi wasallim
بالله صلنی فداك روحی ذبت من الهجر والصدود
Billâhi shilnî fidâka rûhî Dzubtu minal hajri washshudûdi
“Demi Allah, sampaikanlah pada penebus jiwaku (Rasulullah Saw) Aku akan bingung dan bersedih sekiranya tidak mendapatkan syafa’atmu.”
أنا الذی همت فی هواکم يوما أراکم يکون عيدي
Analladzî himtu fî hawâkum yaumân arakum yakûnu ‘îdî
“Daku hamba yang sangat mencintai Engkau.. Sungguh hari dimana aku dapat berjumpa denganmu adalah hari rayaku“
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad Yâ Rabbi shalli ‘alayhi wasallim
ثم الصلاة علی نبينا وأله الرکع السجود
Tsummash-shalâtu ‘alâ nabiyyinâ wa âlihir-rukka’is-sujûdi
“Kami akhiri dengan shalawat pada Nabi kami, dan keluarganya yang selalu ruku’ dan bersujud.”
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
اللهم صل علی محمد ؛ يا رب صل عليه وسلم
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad Yâ Rabbi shalli ‘alayhi wasallim

Video bisa dilihat disini atau bisa juga disini dengan versi irama berbeda. Dan juga versi Habib Syech.
Read More

Jumat, 23 Februari 2018

SHALAT BATAL TANPA SADAR

Februari 23, 2018
Tarbiyah.Online - Dalam Fiqh Mazhab Syafi'i, salah satu penyebab batalnya shalat adalah bergerak secara berturut-turut diluar gerakan shalat sebanyak 3 kali. Gerakan yang sering terjadi tanpa sadar dan tidak terlalu diambil pusing oleh seorang muslim yang sedang shalat antara lain menggoyangkan badan disaat posisi berddiri dengan tegap, pada saat bacaan Al Fatihah misalnya.
kesalahan dalam shalat
Goyangan atau gerakan menyamping dalam shalat, bergerak sedikit saja ke kiri atau ke kanan juga bisa berakibat fatal. Pergeseran badan dengan memalingkan ke kiri dan ke kanan akan menjadikan tuuh tidak menghadap kiblat dengan tepat.
kesalahan dalam shalat
Kadang merasa sedikit gatal atau kebas di kaki, membuat kita yang sedang shalat menggerakkan tubuh bahkan mengangkat kaki yang satu dan menggaruknya dengan kaki yang lain, sehingga keseluruhan tubuh pun ikut bergerak.
kesalahan dalam shalat
Gerakan yang juga paling sering kita jumpai bahkan tanpa sengaja kita termasuk yang melakukannya adalah menggerakkan tangan disaat bangun dari ruku' atau i'tidal.
kesalahan dalam shalat
kesalahan dalam shalat

kesalahan dalam shalat
Gerakan lainnya yang juga hampir semua kita melakukannya adalah menggaruk bagian gatal sembarangan, tanpa menghitung jumlah gerakan yang ternyata sudah mencapai 3 kali berturut-turut, bahkan sudah lebih.
kesalahan dalam shalat

Tidak jarang, banyak sekali diantara kita yang remeh terhadap erakan shalat, demikian juga dengan bacaan. Dalam shalat, ada yang namany rukun Qauli, dimana iya harus dibaca dengan lisan secara jelas tajwidnya dan fasih, walaupun dengan suara Sirr, atau lirih. Jika dalahm kondisi membaca Jihar sepertimana imam shalat Magrib, Isya dan Subuh, tentunya akan sangat jelah terdengar, namun dalam bacaan Sirr, juga tidak beda dengan bacaan Jihar, harus jelas dan pas. Diantaranya adalah membaca Takbiratul Ihram. Takbir di awal Shalat. Allahu Akbar. Membaca Allah hu Akbar adalah sebuah kesalahan yang tidak disadari. Kesalahan ini cukup mendasar, dan menyebabkan satu rukun Qauli tidak terpenuhi, sehingga berakibat pada tidak shah nya shalat, karena ada rukun yang cacat.
kesalahan dalam shalat

Al Fatihah juga merupakan rukun Qauli, dimulai dari Bismillah hingga Waladhdhaaalliin. Jika dijelaskan secara menyeluruh, setiap huruf dan bunyi huruf dalam Suratul Fatihah. maka penting untuk kita memeriksa bacaan Al Fatihah kepada ustadz-ustadz pengajar tajwid dan tahsin Al Quran guna memastikan keddudukan shalat kita menurut kacamata syari'at terutama Fiqh, karena tampak secara lahir dan bisa dinilai.

Diantara yang paling remeh adalah bacaan Bismillah di awal suratul Fatihah, kadang demi mengikuti irama seorang Syeikh terkenal atau apa, sehingga ada huruf yang tertinggal, yaitu huruf dan bunyi Ba pada bismi. Langsung terbaca ssmillah.


kesalahan dalam shalat
Rukun Qauli lain yang sering salah karena dianggap remeh adalah salam, Assalamu'alaykum Warahmatullaah. Kebiasaan Alif bunyi A pada kalimat Assalam hilang, hanya berbunyi Ss...salam, maka yang demikian telah membuat rukun Qauli menjadi cacat, dan bisa fatal menjadikan shalat kita tidak sah.
kesalahan dalam shalat
Kebanyakan terjadi akibat remeh terhadap shalat, sehingga tidak memperhatikan hal-hal yang penting meski terlihat sepele dalam shalat. Padahal kesalahan demikian sangat fatal dan menyebabkan batanya shalat kita. Belum lagi jika kita hendak melihat hal-hal yang hukumnya sunat. tentu akan kita dapati lebih banyak lagi masalah. Namun demikian, perkara fardhu dan rukun serta syarat mestilah menjadi hal utama yang harus dibetulkan guna mendapatkan shalat yang Sah secara syara'.

Read More

Minggu, 18 Februari 2018

Kenal Ulama: Manaqib (Biografi) Singkat Abu Hasan Asy-Syadzily

Februari 18, 2018



Tokoh Ulama | 
Nama lengkap Syeikh Abu Hasan Asy-Syadzily ialah asy-Syadzily Ali bin Abdillah bin Abdul-Jabbar, yang kalau diteruskan nasabnya akan sampai pada Hasan bin Ali bin Abu Thalib yang juga adalah putranya Fathimah al-Zahra', puteri Nabi s.a.w. Syeikh Abu Hasan dilahirkan di Maroko tahun 593 H di desa yang bernama Ghimarah di dekat kota Sabtah (dekat kota Thonjah sekarang).

Imam Syadzily dan Kelimuan
Di kota kelahirannya itu Abu Hasan Asy-Syadzily pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmu agama, termasuk mempelajari fiqh mazhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang kemudian berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji sejauh mana kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah yang alot dan berbabak-babak akhirnya mereka mengakui bahwa beliau -Abu Hasan Asy-Syadzily- mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah terlebih dahulu membekali dirinya dengan ilmu syariat yang sangat memadai.


Imam Syadzily dan Tariqah

Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan jati diri. Tak terkecuali Imam Abu Hasan Asy-Syadzily. Orang yang lebih dikenal sebagai sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana.

Asal muasal beliau ingin mencari jalan thariqah adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan para syeikh yang ada di negeri itu. Di antara Masyaikh yang bisa membuat hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan syeikh ini adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu thariqah. Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Masyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.

Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang ke berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, "Di tempat mana aku bisa menjumpai seorang syekh (mursyid)?". Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas. Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda (mursyid).

Dan inilah yang dialami oleh syeikh Abu al-Hasan. Dalam pengembaraannya Imam Abu Hasan Asy-Syadzily akhirnya sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syeikh yang paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syeikh di Iraq lainnya. Syeikh Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, "Hai Abu al-Hasan engkau ini mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka kamu akan menemukannya". Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan bertemu dengan Syeikh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.

Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan (mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun menemuinya dan berkata, "Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar……". Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, "Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”.

Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama Syeikh Abdussalam Al Masyisy, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara Syeikh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini. Di antara wasiat Syeikh Abdussalam kepada Syadzili adalah, "Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu".


Tentang Nama Syadzily
Kalau dirunut nasab maupun tempat kelahiran syeikh agung ini, tidak didapati sebuah nama yang memungkinkan ia dinamakan Syadzily. Dan memang, nama tersebut adalah nama yang dia peroleh dalam perjalanan ruhaniah. Dalam hal ini Abul Hasan sendiri bercerita : "Ketika saya duduk di hadapan Syeikh, di dalam ruang kecil, di sampingku ada anak kecil. Di dalam hatiku terbersit ingin tanya kepada Syeikh tentang nama Allah. Akan tetapi, anak kecil tadi mendatangiku dan tangannya memegang kerah bajuku, lalu berkata, "Wahai, Abu al–Hasan, kamu ingin bertanya kepada Syekh tentang nama Allah, padahal sesungguhnya kamu adalah nama yang kamu cari, maksudnya nama Allah telah berada dalam hatimu. Akhirnya Syekh tersenyum dan berkata, "Dia telah menjawab pertanyaanmu".

Selanjutnya Syekh Abdussalam memerintahkan Abu al-Hasan untuk pergi ke daerah Afriqiyyah tepatnya di daerah bernama Syadzilah, karena Allah akan menyebutnya dengan nama Syadzili –padahal pada waktu itu Abu al-Hasan belum di kenal dengan nama tersebut.

Sebelum berangkat Abu al-Hasan meminta wasiat kepada Syeikh, kemudian dia berkata, "Ingatlah Allah, bersihkan lidah dan hatimu dari segala yang mengotori nama Allah, jagalah anggota badanmu dari maksiat, kerjakanlah amal wajib, maka kamu akan memperoleh derajat kewalian. Ingatlah akan kewajibanmu terhadap Allah, maka kamu akan memperoleh derajat orang yang wara'. Kemudian berdoalah kepada Allah dengan doa, "Allahumma arihnii min dzikrihim wa minal 'awaaridhi min qibalihim wanajjinii min syarrihim wa aghninii bi khairika 'an khairihim wa tawallanii bil khushuushiyyati min bainihim innaka 'alaa kulli syai'in qadiir".

Selanjutnya sesuai petunjuk tersebut, Syekh Abu al-Hasan berangkat ke daerah tersebut untuk mengetahui rahasia yang telah dikatakan kepadanya. Dalam perjalanan ruhaniah kali ini dia banyak mendapat cobaan sebagaimana cobaan yang telah dialami oleh para wali-wali pilihan. Akan tetapi dengan cobaan tersebut justru semakin menambah tingkat keimanannya dan hatinya semakin jernih.

Sesampainya di Syadzilah, yaitu daerah dekat Tunis, dia bersama kawan-kawan dan muridnya menuju gua yang berada di Gunung Za'faran untuk munajat dan beribadah kepada Allah SWT. Selama beribadah di tempat tersebut salah satu muridnya mengetahui bahwa Syeikh Abu al-Hasan banyak memiliki keramat dan tingkat ibadahnya sudah mencapai tingkatan yang tinggi.

Pada akhir munajatnya ada bisikan suara , "Wahai Abu al-Hasan turunlah dan bergaullah bersama orang-orang, maka mereka akan dapat mengambil manfaat darimu, kemudian beliau berkata: "Ya Allah, mengapa Engkau perintahkan aku untuk bergaul bersama mereka, saya tidak mampu" kemudian dijawab: "Sudahlah, turun In sya Allah kamu akan selamat dan kamu tidak akan mendapat celaan dari mereka" kemudian beliau berkata lagi: "Kalau aku bersama mereka, apakah aku nanti makan dari dirham mereka? Suara itu kembali menjawab : "Bekerjalah, Aku Maha Kaya, kamu akan memperoleh rezeki dari usahamu juga dari rezeki yang Aku berikan secara gaib.

Dalam dialog ilahiyah ini, dia bertanya kepada Allah, kenapa dia dinamakan syadzily padahal dia bukan berasal dari syadzilah, kemudian Allah menjawab: "Aku tidak mnyebutmu dengan syadzily akan tetapi kamu adalah syadzdzuli, artinya orang yang mengasingkan untuk ber-khidmat dan mencintaiku”.

Kisah ini juga bisa disimak dalam video

Imam Syadzily Menyebarkan Thariqah Syadziliyah

Dialog ilahiyah yang sarat makna dan misi ini membuatnya semakin mantap menapaki dunia tasawuf. Tugas selanjutnya adalah bergaul bersama masyarakat, berbaur dengan kehidupan mereka, membimbing dan menyebarkan ajaran-ajaran Islam dan ketenangan hidup. Dan Tunis adalah tempat yang dituju wali agung ini.

Di Tunis Abul Hasan tinggal di Masjid al-Bilath. Di sekitar tempat tersebut banyak para ulama dan para sufi. Di antara mereka adalah karibnya yang bernama al-Jalil Sayyidi Abu al-Azaim, Syeikh Abu al-Hasan al-Shaqli dan Abu Abdillah al-Shabuni. Popularitas Syeikh Abu al-Hasan semerbak harum di mana-mana. Aromanya sampai terdengar di telinga Qadhi al-Jama'ah Abu al-Qasim bin Barra'. Namun aroma ini perlahan membuatnya sesak dan gerah. Rasa iri dan hasud muncul di dalam hatinya. Dia berusaha memadamkan popularitas sufi agung ini. Dia melaporkan kepada Sultan Abi Zakaria, dengan tuduhan bahwa dia berasal dari golongan Fathimi dan antek mata-mata Dinati Fathimiyah.

Sultan meresponnya dengan mengadakan pertemuan dan menghadirkan Syekh Abu al-Hasan dan Qadhi Abul Qosim. Hadir juga disitu para pakar fiqih. Pertemuan tersebut untuk menguji seberapa kemampuan Syeikh Abu al-Hasan.

Banyak pertanyaan yang dilontarkan demi menjatuhkan dan mempermalukan Abul Hasan di depan umum. Namun, sebagaimana kata-kata mutiara Imam Syafi'I, "Dalam ujian, orang akan terhina atau bertambah mulia." Dan nyatanya bukan kehinaan yang menimpa wali besar. Kemuliaan, keharuman nama justru semakin semerbak memenuhi berbagai lapisan masyarakat.

Qadhi Abul Qosim menjadi tersentak dan tertunduk malu. Bukan hanya karena jawaban-jawaban as-Syadzily yang tepat dan bisa menepis semua tuduhan, tapi pengakuan Sultan bahwa Syekh Abu al-Hasan adalah termasuk pemuka para wali. Rasa iri dan dengki sang Qadhi terhadap Syeikh Abu al-Hasan semakin bertambah, kemudian dia berusaha membujuk Sultan dan berkata: "Jika tuan membiarkan dia, maka penduduk Tunis akan menurunkanmu dari singgasana".

Ada pengakuan kebenaran dalam hati, ada juga kekhawatiran akan lengser dari singgasana. Sultan demi mementingkan urusan pribadi, menyuruh para ulama' fiqih untuk keluar menahan Syekh Abu al-Hasan untuk dipenjara dalam istana.

Kabar penahanan Syekh Abul Hasan mendorong salah seorang sahabatnya untuk menjenguknya. Dengan penuh rasa prihatin sang Sahabat berkata, "Orang-orang membicarakanmu bahwa kamu telah melakukan ini dan itu". Sahabat tadi menangis di hadapan Syeikh Abu al-Hasan, lalu dengan percaya diri dan kemantapan yang tinggi, Syeikh tersenyum manis dan berkata, "Demi Allah, andai kata aku tidak menggunakan adab syara' maka aku akan keluar dari sini –seraya mengisyaratkan dengan jarinya-. Setiap jarinya mengisyaratkan ke dinding maka dinding tersebut langsung terbelah, kemudian Syeikh berkata kepadaku: "Ambilkan aku satu teko air, sajadah dan sampaikan salamku kepada kawan-kawan. Katakan kepada mereka bahwa hanya sehari saja kita tidak bertemu dan ketika shalat maghrib nanti kita akan bertemu lagi".


Syeikh asy-Syadzily Tiba di Mesir

Tunis, kendatipun bisa dikatakan cikal bakal asy-Syadzily menancapkan thariqah Syadziliyah, namun itu bukan persinggahan terakhirnya. Dari Tunis, Syeikh Abu al-Hasan menuju negara kawasan timur yaitu Iskandariah, Mesir. Di sana dia bertemu dengan Syeikh Abi al-Abbas al-Mursi. Pertemuan yangmemang benar-benar mencerminkan antara seorang mursyid dan murid.

Adapun sebab mengapa Syeikh pindah ke Mesir, beliau sendiri mengatakan, "Aku bermimpi bertemu baginda Nabi, beliau bersabda padaku : "Hai Ali… pergilah ke Mesir untuk mendidik 40 orang yang benar-benar takut kepadaku”.

Di Iskandariah beliau menikah lalu dikarunia lima anak, tiga laki-laki, dan dua perempuan. Semasa di Mesir beliau sangat membawa banyak berkah. Di sana banyak ulama yang mengambil ilmu dari Syekh agung ini. Di antara mereka adalah hakim tenar Sulhanul Ulama Izzuddin bin Abdus-Salam, Ibnu Daqiq al-Iid , Al-hafidz al-Mundziri, Ibnu al-Hajib, Ibnu Sholah, Ibnu Usfur, dan yang lain-lain di Madrasah al-Kamiliyyah yang terletak di jalan Al-muiz li Dinillah.

Karamah Imam Syadzily

Pada suatu ketika, Sultan Abi Zakaria dikejutkan dengan berita bahwa budak perempuan yang paling disenangi dan paling dibanggakan terserang penyakit langsung meninggal. Ketika mereka sedang sibuk memandikan budak itu untuk kemudian dishalati, mereka lupa bara api yang masih menyala di dalam gedung. Tanpa ampun bara api tadi melalap pakaian, perhiasan, harta kekayaan, karpet dan kekayaan lainnya yang tidak bisa terhitung nilainya. Sembari merenung dan mengevaluasi kesalahan masa lalu, Sultan yang pernah menahan Syeikh Syadzily karena hasudan qadhi Abul Qosim tersadar bahwa kejadian-kejadian ini karena sikap dia terhadap Syeikh Abu al-Hasan. Dan demi melepaskan 'kutukan' ini saudara Sultan yang termasuk pengikut Syeikh Abu al-Hasan meminta maaf kepada Syeikh, atas perlakuan Sultan kepadanya. Cerita yang sama juga dialami Ibnu al-Barra. Ketika mati ia juga banyak mengalami cobaan baik harta maupun agamanya.

Di antara karamahnya adalah, Abul Hasan berkata, "Ketika dalam suatu perjalanan aku berkata, "Wahai Tuhanku, kapankah aku bisa menjadi hamba yang banyak bersyukur kepada-Mu?, kemudian beliau mendengar suara, "Yaitu apabila kamu berpendapat tidak ada orang yang diberi nikmat oleh Allah kecuali hanya dirimu. Karena belum tahu maksud ungkapan itu aku bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana saya bisa berpendapat seperti itu, padahal Engkau telah memberikan nikmat-Mu kepada para Nabi, ulama' dan para penguasa." Suara itu berkata kepadaku, "Andai kata tidak ada para Nabi, maka kamu tidak akan mendapat petunjuk, andaikata tidak ada para ulama', maka kamu tidak akan menjadi orang yang taat dan andaikata tidak ada para penguasa, maka kamu tidak akan memperoleh keamanan. Ketahuilah, semua itu nikmat yang Aku berikan untukmu".

Di antara karamah sufi agung ini adalah, ketika sebagian para pakar fiqih menentang Hizib Bahr, Syeikh Syadzily berkata, "Demi Allah, saya mengambil hizib tersebut langsung dari Rasulullah saw harfan bi harfin (setiap huruf)".

Di antara karamah Syeikh Syadzily adalah, pada suatu ketika dalam satu majlis beliau menerangkan bab zuhud. Beliau waktu itu memakai pakaian yang bagus. Ketika itu ada seorang miskin ikut dalam majlis tersebut dengan memakai pakaian yang jelek. Dalam hati si miskin berkata, "Bagaimana seorang Syeikh menerangkan bab zuhud sedangkan dia memakai pakaian seperti ini?, sebenarnya sayalah orang yang zuhud di dunia".

Tiba-tiba Syekh berpaling ke arah si miskin dan berkata, "Pakaian kamu ini adalah pakaian untuk menarik simpatik orang lain. Dengan pakaianmu itu orang akan memanggilmu dengan panggilan orang miskin dan menaruh iba padamu. Sebaliknya pakaianku ini akan disebut orang lain dengan pakaian orang kaya dan terjaga dari meminta-minta".

Sadar akan kekhilafannya, si miskin tadi beranjak berlari menuju Syekh Syadzili seraya berkata, "Demi Allah, saya mengatakan tadi hanya dalam hatiku saja dan saya bertaubat kepada Allah, ampuni saya Syekh". Rupanya hati Syekh terharu dan memberikan pakaian yang bagus kepada si miskin itu dan menunjukkannya ke seorang guru yang bernama Ibnu ad Dahan. Kemudian syekh berkata, "Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan. Dan semoga hidupmu berkah dan mendapatkan khusnul khatimah".

Syeikh Syadzily Wafat

Syekh Abu al-Abbas al-Mursy, murid kesayangan dan penerus thariqah Syadziliyah mengatakan bahwa gurunya setiap tahun menunaikan ibadah haji, kemudian tinggal di kota suci mulai bulan Rajab sampai musim haji selesai. Seusai ibadah haji beliau pergi berziarah ke makam Nabi SAW di Madinah. Pada musim haji yang terakhir yaitu tahun 656H, sepulang dari haji beliau memerintahkan muridnya untuk membawa kapak minyak wangi dan perangkat merawat jenazah lainnnya. Ketika muridnya bertanya untuk apa kesemuanya ini, beliau menjawab, "Di Jurang Humaistara (di propinsi Bahr al-Ahmar) akan terjadi kejadian yang pasti. Maka di sanalah beliau meninggal.


Sumber:
*Buku Syeikh Abu Al-Hasan As-Syadzily, Dr Makmun Gharib
*Buku Hayat dan Wasiat Abul Hasan Asy-Syadzily, Dr. Abdul Halim Mahmud
*Kisah cerita dari Habib Ahmad bin Faqih Ba Syaiban


Read More

Sabtu, 17 Februari 2018

20 Wasiat Penting Habib Salim Asy-Syathiri Tarim Yaman

Februari 17, 2018
Habib Salim Asy-Syathiri

Berikut adalah 20 wasiat penting dari ulama besar Yaman yang meninggal hari ini, Sabtu 17 Februari 2018, Habib Salim bin Abdullah bin Umar asy-Syathiri dari beberapa ceramahnya di Indonesia:

  1. Durhaka pada orangtua itu bernasab, turun-temurun, pasti akan dibalas melalui keturunannya kelak.
  2. Seorang yang menghormati ulama besar tapi ia meninggalkan orangtuanya artinya ia mementingkan sunnah dan melalaikan yang wajib. Sama seperti orang memakai imamah tapi auratnya justru terbuka, sungguh tidak pantas.
  3. Berkata Imam Ahmad bin Hanbal: “Orangtua ada 3; yang melahirkan, yang memberi ilmu (guru), dan yang menikahkanmu dengan anaknya (mertua).”
  4. Pada saat kita kecil, orangtua mencintai kita, bersabar dengan keadaan dan tangisan kita, menghadapi berbagai tingkah pola kita, berdoa supaya kita panjang umur dan sehat sampai dewasa. Maka wajib bagi kita bersabar terhadapnya ketika mereka sudah tua dan memiliki banyak kekurangan.
  5. Syafaat Rasulullah Saw. pun tak dapat menolong orang yang durhaka kepada orangtuanya dari siksa neraka kecuali orangtuanya sendiri yang memberi kesempatan padanya untuk diberi rahmat oleh Allah.
  6. Memutus silaturrahim akan mendapat laknat dari Allah, tertolak seluruh amalnya, tidak akan diterima doanya walaupun ia seorang yang alim. Maka sambunglah silaturrahim sebelum kita mati dalam keadaan terlaknat dan sebelum kita masuk barzakh dengan amarah Allah selagi ada kesempatan.
  7. Majelis ilmu lebih baik seribu kali daripada majelis maulid atau shalawat.
  8. Orang yang hadir majelis ilmu akan mendapat rahmat Allah meski tidak paham atau tidak hafal apa yang telah disampaikan.
  9. Banyak orang yang baru bisa merasakan manfaatnya hadir majelis ilmu ketika menjelang sakaratul maut.
  10. Orang berakal bukanlah orang yang hanya bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jelek. Tetapi orang berakal adalah orang yang mengerti mana yang baik untuk dilakukan dan mengerti mana yang jelek untuk dijauhi. Dan itu semua ada dalam majelis ilmu.
  11. Janganlah mengobrol sendiri dalam majelis ilmu. Syaikh Abu Bakar Bin Salim berkata: “Orang-orang yang sering mengobrol di majelis ilmu dikhawatirkan akhir hayatnya menjadi bisu.”
  12. Ketika kamu tidak bisa menjadi seorang pengajar, maka setidak-tidaknya jadilah seorang pencari ilmu, atau orang yang semangat dalam menghadiri majelis ilmu, atau orang yang cinta kepada majelis ilmu.
  13. Jauhilah orang-orang yang benci majelis ilmu.
  14. Apabila zakat dikelola dengan baik dan benar niscaya tidak akan ada fakir miskin di dalam sebuah negara muslim. Seperti era Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
  15. Barangsiapa memuliakan/menjamu tamu yang tidak dikenal, maka bagaikan memuliakan Allah Swt. Barangsiapa memuliakan/menjamu tamu yang dikenal, maka bagaikan memuliakan Rasulullah Saw.
  16. Siwak mempunyai 120 manfaat. Sedangkan rokok mempunyai 120 bahaya.
  17. Di Belanda terdapat sebuah penelitian bahwa ada kuman gigi yang tidak bisa mati kecuali dengan zat yang terkandung dalam kayu arok/siwak.
  18. Dalam najis anjing dan babi ada beberapa kuman yang tidak bisa dihancurkan dengan berbagai macam zat kimia, tapi justru bisa dibasmi dengan debu. Oleh sebab itu, syariat mewajibkan membasuh najis anjing dan babi dengan tujuh kali basuhan yang salah satunya harus dicampur dengan debu.
  19. Dalam salah satu sayap lalat ada empat penyakit dan dalam sayap lainnya ada empat obat penyakit tersebut. Jadi, jika terdapat lalat mati di dalam minuman maka tenggelamkan terlebih dahulu sebelum membuang lalat tersebut agar aman diminum. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits
  20. Agar futuh dalam ilmu, Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Saya mendapatkan futuh dalam ilmu dengan sebab 3 perkara; dengan menangis dan merendahkan hati serta beristighfar di waktu Sahur, dengan berzuhud terhadap dunia, dan tidak aku mendengar ada seorang lelaki yang saleh atau perempuan yang salehah kecuali aku mengunjunginya dan meminta doa darinya.”

Dituliskan oleh Ustad Abdkadir Alhamid/ Toha Mahsun M
Read More

Rabu, 14 Februari 2018

Kenal Ulama: Abu Hasan Asy-Syadzily, Gurunya Para Wali

Februari 14, 2018
Hasil gambar


Tokoh Ulama | 
Awal kehidupan tasawufnya adalah "kehendak guru (Abdul Salam Al Masyisy) yang absolute", seolah didikte. Setelah sebelumnya berguru kepada  Abu Fattah al Wasithi di Irak. Abdul Salam Al Masyasyi adalah seorang sufi besar dari Maroko. Abu Hasan cukup lama mengikuti dan diam bersama sang guru. Pertemuan keduanya terjadi di sebuh gua tempat sang Guru sering mengasingkan diri. Disitulah Asy-Syadzily merasa kagum akan ketakwaan dan kehebatan serta kedalaman ilmu yang dimiliki sang Guru. Sang Guru berpandangan, bahwa tasawuf sejati adalah ajaran yang bersumber dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah.

Di satu masa, sang Guru berpesan, "Ali, pergilah engkau ke Afrika, tinggallah engkau di sebuah negeri bernama Syadzilah, kelak Allah akan memberikan mu gelar Asy-Syadzily".

Begitulah kehidupan Sufi, perintah sang Murabbi bukanlah candaan, penglihatan mereka kasyaf. Terbayang, itulah kalam Tuhan melalui qalbu mereka untuk disampaikan kepada muridnya. Meski bayangan demikian tidak sepenuhnya benar.

Ketika hendak berangkat, Sang Guru, Abdul Salam Al Masyisy berpesan," Ali, Allah adalah Allah dan manusia adalah manusia. Bersihkan lidahmu dari menyebut mereka. Sucikan hati mu dari kecondongan kepada mereka. Jaga seluruh indra mu, laksanaka semua yang fardhu. Sungguh kedudukan mu sebagai Wali Allah telah sempurna. Bacalah selalu do'a ini: Yaa, Allah, kasihanilah kami agar tidak menyebut-nyebut mereka, tidak butuh kepada mereka. Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka. Cukupkanlah kami dengan kebaikan-Mu sehingga tidak memerlukan kebaikan mereka. Palingkan aku khususnya dari hati mereka. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."

Abu Hasan Asy-Syadzily, guru dari murid setia Abu Abbas al Mursi Sang Psikolog muslim paling dikenal. Yang sudah ikut bersama Sang Wali dari sejak dari Tunisia. Sang wali  juga merupakan Guru dari Sufi terpopuler Ibnu Atha'illah Al-Sakandari ketika beliau menetap di Iskadanriyah -Alexandria-, Mesir. Sang Wali semasa dengan Sulthanul Ulama 'Izuddin bin Abdussalam yang merupakan ketua dari para Ulama di masa itu. Seorang yang ke'alimannya diakui oleh seluruh ahli fiqh, ahli tasawuf seluruh dunia.

Sang Wali pernah berpesan kepada muridnya, Abu Abbas Al Mursi, "Kenalilah Allah, lalu hiduplah sesuka mu."

Sang Wali yang hidup dengan kemewahan. Secara lahiriyah, ia hidup dengan "keglamoran", makanannya keseringan lezat dan pakaiannya mewah, senang dengan kuda gagah nan cekatan. Karena baginya, "Nikmat Tuhan yang berlimpah itu, mesti dimaksimalkan, sebab kesemuanya adalah sarana menuju kebahagiaan mukmin. Tidaklah mukmin dilarang Tuhannya untuk mencicipi bahkan memiliki kelezatan dunia. Namun bukan untuk mencintainya."

Baginya, "Lezatnya makanan dan segarnya minuman, dikala selesai menyantapnya tak hanya lisan yang memuji syukur kepada Tuhan, melainkan seluruh organ terasa terpuaskan."

Sang Wali, yang menjadikan Khatamul Auliya karya Al Hakim At-Tirmidzi, Qutl Qulub-nya Abu Thalib Al Makki, Ihya Ulumuddin-nya Al Ghazali, dan Al Mawaqif wal Mukhathabat-nya Muhammad Ibn Abdul Jabar An-Nifari sebagai kitab favorit dan rujukan wajibnya dalam menjalani kehidupannya sebagai Sang Wali, Kekasih Allah.

Semoga Allah membagikan kasih-Nya kepada kita dengan keberkahan "cinta kepada orang yang Dicintai-Nya."

Diambil dari berbagai sumber, terumata :Dr. Makmun Gharib :Abu Hasan Asy-Syadzily dan Dr. Abdul Halim: Nasihat dan Wasiat Abu Hasan Asy-Syadzily
Read More

Minggu, 11 Februari 2018

Polemik Kewajiban Zakat Profesi

Februari 11, 2018
Cara Menghitung Zakat Profesi
fikih zakat
Zakat profesi memang belum familiar dalam khazanah keilmuan Islam klasik. Maka dari itu, hasil profesi dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan kias (analogi) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
  1. Model memperoleh harta penghasilan (profesi) mirip dengan panen (hasil pertanian), sehingga harta ini dapat dikiaskan pada zakat pertanian berdasarkan nisab (653 kg gabah kering giling atau setara dengan 522 kg beras) dan waktu pengeluaran zakatnya (setiap kali panen).
  2. Model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga jenis harta ini dapat dikiaskan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan (2,5%). Dengan demikian, apabila hasil profesi seseorang telah memenuhi ketentuan wajib zakat, ia berkewajiban menunaikan zakatnya.
Demikian yang dijelaskan oleh banyak pakar dan ahli fikih kontemporer yang mengiyakan hukum zaat profesi.
Profesi itu sendiri sebagaimana kita ketahui ada dua macam.

  • Pertama, profesi yang tidak terikat dengan institusi tertentu seperti profesi dokter, insinyur, pengacara, dan lain sebagainya.
  • Kedua, profesi yang terikat kontrak kerja dengan institusi tertentu baik swasta maupun pemerintah, yaitu pegawai kantor, dosen universitas, PNS dan lain sebagainya. Jenis profesi kedua ini pada setiap bulan dan tanggal tertentu mendapatkan gaji atau tunjangan sesuai dengan kebijakan institusinya.
Baik profesi jenis pertama atau jenis kedua, menurut sudut pandang fikih kontemporer, uang yang dihasilkannya diistilahkan dengan “al-malul mustafad” (harta penghasilan).
Berkaitan dengan uang yang dihasilkan melalui profesi, yang disepakati ulama’ empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali), tidak wajib ditunaikan zakatnya kecuali mencapai satu nishab dan haul sempurna satu tahun.

zakat profesi

Syekh Wahbah Az-Zuhayli mengatakan:
وَالْمُقَرَّرُ فِيْ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ أَنَّهُ لَا زَكَاةَ فِي الْمَالِ الْمُسْتَفَادِ حَتَّى يَبْلُغَ نِصَاباً وَيَتِمَّ حَوْلاً

Artinya, “Ketetapan dalam 4 madzhab bahwa tidak ada kewajiban zakat dalam harta penghasilan kecuali mencapai satu nishab dan sempurna satu tahun.” (Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh,  Damaskus, Darul Fikr, cetakan keempat,  2004 M, juz III, halaman 1949).

Sedangkan batas satu nishab uang penghasilan profesi adalah satu nishab emas atau perak (kurs harga emas 77,50 gram atau kurs harga perak 543,35 gram). Harta yang wajib dikeluarkan adalah 2,5 persennya.

Dari referensi di atas, dapat dipahami bahwa zakat profesi diwajibkan bukan atas nama profesinya, namun karena kepemilikan uang yang telah mencapai satu nishab dan telah sempurna satu tahun.

Dalam konteks kekinian, uang dapat menggantikan posisi emas/perak dalam hal kewajiban zakat. Maksudnya, bila seseorang telah memiliki uang tabungan yang telah mencapai nishab emas/perak dan telah sempurna satu tahun, maka wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5 persen.

Perihal uang terkena kewajiban zakat, Syekh Abdurrahman Al-Jaziri menjelaskan:


جُمْهُوْرُ الْفُقَهَاءِ يَرَوْنَ وُجُوْبَ الزَّكَاةِ فِيْ الْأَوْرَاقِ الْمَالِيَّةِ لِأَنَّهَا حَلَّتْ مَحَلَّ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ فِي التَّعَامُلِ وَيُمْكِنُ صَرْفُهَا بِالْفِضَّةِ بِدُوْنِ عُسْرٍ فَلَيْسَ مِنَ الْمَعْقُوْلِ أَنْ يَكُوْنَ لَدَى النَّاسِ ثَرْوَةٌ مِنَ الْأَوْرَاقِ الْمَالِيَّةِ وَيُمْكِنُهُمْ صَرْفُ نِصَابِ الزَّكَاةِ مِنْهَا بِالْفِضَّةِ وَلَا يُخْرِجُوْنَ مِنْهَا زَكَاةً 

Artinya, “Mayoritas ahli fikih berpendapat wajibnya zakat dalam uang kertas, sebab ia menempati posisinya emas dan perak sebagai alat bertransaksi dan mungkin mengalokasikan nishab zakatnya dengan perak tanpa adanya kesulitan. Maka tidak logis, seseorang yang memiliki uang kertas melimpah dan ia mungkin mengalokasikan nishab zakatnya dengan perak, sementara ia tidak mengeluarkan zakatnya sama sekali,” (Lihat Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘alal Madzahibil Arba’ahKairo, Maktabah At-Tijariyyah Al-Kubra, cetakan ketiga, tanpa tahun, juz I, halaman 605). 

Berdasarkan uraian diatas,  kita melihat ada beberapa ketimpangan terhadap penetapan zakat profesi.
Yang pertama nisabnya mengkuti zakat harta yang di-kurs-kan kepada emas dan perak, sedangkan haulnya mengikuti zakat pertanian, yaitu disaat panen atau dalam hal ini gajian.

Ulama yang masih konsisten dengan khazanah dan mazhab istinbat hukum secara trasional, memandang ijtihad zakat profesi ini memiliki kecatatan, disebabkan tidak istiqamahnya dalam metodelogi penentuan nisab dan haul. Seharusnya, zakat yang merupakan salah satu pilar dan rukun Islam, memang sudah baku sebagaimana ketetaan  Allah dan Rasul-Nya.

Seorang Ulama Dayah dari Aceh menuturkan, "Salah satu alasan ditetapkannya zakat profesi adalah penilaian atas ketidakadilan yang terjadi. Maksudnya, pemasukan dan keuangan para PNS dan pegawai lainnya, lebih besar daripada petani, selayaknya pegawai itu terkena zakat dari penghasilannya. Namun qiyas ini ternilai cacat. Betapa tidak, bukankah petani dan pekebun durian ketika panen meendapatkan lebih banyak pemasukan daripada petani di sawah, kenapa pada durian tidak ada zakatnya? Nah, dengan demikian ijtihad baru mestilah kuat dari sisi istinbatnya."

Penolakan terhadap zakat profesi bukanlah untuk "menyelamatkan" PNS dari kewajiban zakat. Bukan menghindarkan orang kaya dari kewajiban zakat. Karena memang utuk urusan zakatt, mestilah mengikuti kaedah-kaedah hukum yang kuat dan sudah ada. Orang, apapun profesinya akan dikenakan zakat mal/ harta ketika sudah mencapai nisab sebagaimana diatas, dan haul yaitu meiliki atas harta itu sempurna bilangan satu tahun.

Wallahu a'lam

Dari berbagai sumber bacaan dan kajian.
Read More

Pengembaraan Tasawuf Abu Hasan Asy-Syadzily

Februari 11, 2018
Abu al-Hasan al-Syadzily. "Dia pelopor di antara tarekat paling populer di dunia, termasuk di Indonesia, sehingga nama tarekat tersebut dinisbahkan kepadanya, yaitu Tarekat Syadziliyah. Tarekat ini dikenal kekhasannya yang sangat mendorong pengikutnya bekerja dan berusaha, sehingga tarekat ini banyak diikuti oleh kalangan pengusaha, pejabat, dan pegawai." Demiikian deskripsi awal sebuah buku yang menceritakan tentangnya. Untu lebh mengenal tentang soso agungnya bisa lihat disini.

Banyak sekali kisah-kisah dan mutiara ilmu serta nasihat yang didengungkan oleh sang Wali ini, yang bersumberkan Al Quran dan Sunnah. Sebagai guru dan Imam Tasawuf yang sangat terkenal, tidak diragukan lagi kealiman dan kepakaran beliau tentang syari'at dan kemuliaan beliau dalam sikap maupun sifat.

Di Indonesia sendiri, tulisan tentang beliau sudah dituliskan dalam bentuk buku yang sangat banyak. Diantaranya adalah tulisan Dr. Makmun Gharib yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Buku terbitan zaman. Dan juga yang dituliskan oleh Syeikh Dr. Halim Mahmud yang merupakan guru besar Universitas Al Azhar yang juga telah diterjemahkan oleh Qaf

Ada juga Risalatul Amin, karyanya yang telah diterjemahkan.

Disini, kita cukup melihat beberapa butiran ilmu, hikmah dan nasihatnya kepada murid-muridnya secara langsung maupun kita pembaca karyanya.

Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Pengembaraan kami terdiri diatas lima:
  1. Taqwa kepada Allah lahir dan batin dalam kesendirian dan di depan publik.
  2. Mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam semua kata dan perbuatan.
  3. Mengabaikan semua makhluk dalam kesukaan ataupun dalam kebencian mereka. [tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci].
  4. Rela [ridha] menurut hukum [takdir] Allah, baik yang ringan maupun yang berat.
  5. Kembali kepada Allah dalam suka dan duka.
Maka untuk melaksanakan taqwa harus berlaku wara' [menjauh dari makruh, subhat dan haram] dan tetap istiqamah dalam mentaati semua perintah dan tetap tabah tidak berubah. Dan untuk melaksanakan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, harus berhati-hati dan menerapkan budi pekerti yang baik. Dan mengabaikan makhluk dengan sabar dan tawakkal [berserah diri kepada Allah subhanahu wata'ala]. Rela [ridha] pada Allah atas segala takdir-Nya dan merasa cukup dan tidak tamak terhadap sesuatu.
Mengembalikan segala-galanya hanya kepada Allah dalam suka dan duka dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka. Dan semua ini pada intinya ada 5 hal:
  1. Semangat yang tinggi.
  2. Berhati-hati pada yang haram dan menjaga kehormatan.
  3. Taat dan memahami diri sebagai seorang hamba.
  4. Melaksanakan kewajiban.
  5. Menghargai nikmat.
Maka barangsiapa yang bersemangat tinggi, pasti naik tingkat derajatnya. Dan barangsiapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan barangsiapa yang benar dalam taatnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya dan kemulian-Nya. Dan barangsiapa yang melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan barangsiapa yang menghargai nikmat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan nikmat yang lebih besar.

Abul Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu berkata: Aku dipesan oleh guruku [Abdul Salam bin Masyisy radhiallahu 'anhu] : "Janganlah kamu melangkahkan kaki kecuali untuk sesuatu yang dapat mencapai keridhaan Allah, dan jangan duduk di majlis kecuali yang aman dari murka Allah. Dan jangan bersahabat kecuali kepada orang yang dapat membantu berbuat taat kepada Allah. Dan jangan memilih sahabat karib kecuali orang yang menambah keyakinanmu terhadap Allah, yang demikian ini sudah jarang untuk didapat.
Read More

Nasihat Sayyid Ahmad Al Badawi Untuk Muridnya

Februari 11, 2018
Syaikh Ahmad bin Ali Bin Yahya Al-Badawi lahir di Kota Fes, Maroko pada tahun 596 H./1199 M adalah seorang imam sufi, wali kutub dan pendiri thariqah Al-Badawiyah. Beliau dijuluki Al-Badawi selalu menutup wajahnya seperti kebiasaan Arab Badui. Kakek beliau sebelumnya bermukim di Jazirah Arab. Kakek beliau datang di Fes Maroko akibat semakin brutalnya aksi Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi terhadap kalangan Alawiyin.
Nasab Al-Badawi dari jalur ayah sampai kepada sayyidina Husein bin Ali, bin Fathimah Az-Az-Zahra' binti Rasulillah shallallahu 'alaihi wa sallam. Berdasarkan kesepakatan ulama nasab, dan ahli sejarah, secara lengkap nasab beliau adalah Ahmad bin Ali bin Yahya bin Isa bin Abu Bakar bin Ismail bin Umar bin Ali bin Utsman bin Husein bin Muhammad bin Musa bin Yahya bin Isa bin Ali bin Muhammad bin Hasan bin Ja'far Az-Zaky bin Ali Al-Hadi bin Muhammad al-Jawwad bin Ali Ridlo bin Musa al-Kadhim bin Ja'far As-Shadiq bin Muhammad al-baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
Hasil gambar untuk sayyid ahmad al badawi

Sayid Ahmad al-Badawi radhiallahu 'anhu berkata: "Perjalanan kami berdasarkan kitab Allah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam:

  1. Benar dan jujur. 
  2. Bersih hati.
  3. Menepati janji.
  4. Bertanggung jawab dalam tugas dan derita.
  5. Menjaga kewajiban.

"Seorang muridnya yang bernama Abdul Ali bertanya: Apakah syarat yang harus diperbuat oleh orang yang ingin menjadi wali Allah?

Jawabnya: Seorang yang benar-benar dalam syariat ada 12 tanda-tandanya:

  1. Benar-benar mengenal Allah [yakni mengerti benar tauhid dan penuh keyakinan kepada Allah].
  2. Menjaga benar-benar perintah Allah.
  3. Berpegang teguh pada sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.
  4. Selalu berwudhu [bila berhadas segera berwudhu kembali].
  5. Rela menerima ketentuan [takdir] Allah dalam suka maupun duka.
  6. Yakin terhadap semua janji Allah.
  7. Putus harapan dari semua apa yang di tangan mkhluk.
  8. Tabah, sabar menanggung berbagai derita dan gangguan orang.
  9. Rajin mentaati perintah Allah.
  10. Kasih sayang terhadap semua makhluk Allah.
  11. Tawadhu, merendah diri terhadap yang tua dan muda.
  12. Menyadari selalu bahwa syaitan itu musuh yang utama. Sedang kendaraan syaitan itu dalam hawa nafsumu dan selalu berbisik untuk mempengaruhimu. Firman Allah: "Innasy-syaithana lakum 'aduwwun fattakhi dzuhum 'aduwwa." [Sesungguhnya syaitan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh. QS. Fathir 6].

Kemudian Ahmad Badawi melanjutkan nasehatnya;
Wahai Abdul Ali: Berhati-hatilah kepada cinta dunia, sebab itu bibit segala dosa dan dapat merusak amal saleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Hubbud dunia ra'su kulli khathi'ah" [Cinta pada dunia itu sumber segala kejahatan]. Sedang Allah subhanahu wataala berfirman: ''Inna-Allaha ma'alladzinat-taqau walladzina hum muhsinun" [Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang yang berbuat kebaikan. QS. an-Nahl 128].

Orang boleh mempunyai kekayaan di dunia ini, tetapi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jangan cinta dunia, seperti Nabi Sulaiman 'alaihi salam dan para sahabat yang kaya, kita harus menundukkan dunia, dunia tidak boleh di letakkan dalam hati.

Wahai Abdul Ali!

Kasihanilah anak yatim dan berikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan beri makan pada orang yang lapar, dan hormatilah tamu dan orang dalam perantauan, Semoga dengan begitu kamu diterima oleh Allah. Dan perbanyaklah dzikir, jangan sampai termasuk golongan orang yang lalai disisi Allah. Dan ketahuilah bahwa satu rakaat di waktu malam lebih baik dari seribu rakaat di waktu siang, dan jangan mengejek/merendahkan orang yang tertimpa musibah. Dan jangan berkata ghibah atau namimah [membicarakan aib seseorang atau mengadu domba seseorang dengna yang lain].

Hasil gambar untuk sayyid ahmad al badawi

Dan jangan membalas mengganggu orang yang telah mengganggumu. Dan maafkan orang yang menganiayamu. Dan berilah pada orang yang kikir padamu. Dan berlaku baik pada orang yang jahat padamu. Dan sebaik-baik moral [budi pekerti] seseorang ialah yang sempurna imannya. Dan barangsiapa tidak berilmu, maka tidak berharga di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak sabar, tidak berguna ilmunya. Barangsiapa yang tidak dermawan, tidak mendapat keuntungan dari kekayaannya. Barangsiapa tidak sayang kepada sesama manusia, tidak mendapat hak syafaat disisi Allah. Barangsiapa yang tidak bertakwa, tidak berharga disisi Allah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki sifat-sifat ini, tidak mendapat tempat di surga. Berzikirlah kepada Allah dengan hati yang khusyu' dan waspadalah terhadap sesuatu yang melalaikan, sebab lalai itu menyebabkan hati beku. Dan serahkan dirimu pada Allah, dan relakan hatimu menerima musibah, ujian sebagaimana kegembiraanmu ketika menerima nikmat dan tundukkan hawa nafsu dengan meninggalkan syahwat.

Sumber: Wikipedia dan sumber lainnya
Read More